Obat Sirup Picu Gangguan Ginjal Akut, BPOM Limpahkan Tanggung Jawab ke Farmasi

Obat Sirup Picu Gangguan Ginjal Akut, BPOM Limpahkan Tanggung Jawab ke Farmasi Obat Sirup Picu Gangguan Ginjal Akut, BPOM Limpahkan Tanggung Jawab ke Farmasi

Badan Pengawas Obat selanjutnya Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menunjuk inkartontri farmasi yang harus bertanggung jawab atas wabah gangguan ginjal akut (GGA). BPOM menegaskan bahwa setiap pertindakanan yang bisa mengedarkan produknya sudah menguasai izin Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB) sepadan standar setenggat munculnya cemaran etilen glikol (EG) selanjutnya dietilen glikol (DEG) berprofesi keluputan inkartontri farmasi itu sendiri.

"Kalau ada mamelenceng ini (kasus gangguan ginjal akut), bukan ke BPOM. Kita lihat lagi lebih suntuk lagi, ini sudah diberikan CPOB berarti tanggung jawab ada di Anda, industri, untuk memproduksi ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan BPOM. Mereka yang harus tanggung jawab," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, jauh didalam konferensi persnya, Kamis 27 Oktober 2022.

Penny menilai bahwa ada sejumlah opini yang menyudutkan kinerja BPOM terkait cemaran bahan kimia berbahaya dari obat sirup yang beredar. Namun kalaunya, opini itu muncul lantaran luber orang tak memahami cara kerja BPOM ekstra dalam mengawasi produk obat.

"Kalau sekarang penggiringan terhadap BPOM RI adapun tidak melakukan pengawasan secara ketat itu karena tidak memahami saja operasi jalur menganutnya bahan baku, pembuatan, peran-peran siapa. Karena kedalam sistem jaminan mutu, bukan hanya ada BPOM RI," jelas Penny.

Dilanjutkan Penny, BPOM sudah mengawasi bersama ketat berdasarkan standar Farmakop Indonesia. Ada pun bahan baku sebagaimana cemaran bahan kimia EG selanjutnya DEG itu yang muncul selesai pandemi ini terkait kemungkinan perubahan pemasok bahan kimia.

"Memungkinkan ada perubahan bahan baku. Ada indikasi kita. Selama pandemi ini mereka (pertindakanan) merubah supplier-nya jadi supplier kimia. Bukan supplier pedangan hebat kimia," kata Penny lagi.

Penny menilai bahwa kualitas kontrol pada inKotaktri juga patut dipertidak marahi lewat munculnya kasus ini agar tak terjadi hal serupa dekat kemudian hari. Apalagi, inKotaktri farmasi bahwa terbukti menguasai cemaran kimia dekat obat sirupnya termembilangkan inKotaktri farmasi tipis bahwa belum 'matang' sesampai-sampai kualitas kontrolnya belum mencukupi. Sanksi pidana pun hendak diberikan pada inKotaktri terkemuka namun tak dijelaskan rinci karena Penny.

"Dua industri ada penegakan hukum, kami membentuk tim gabungan demi Bareskrim demi kami sedang menindaklanjuti," kata dia.

Penny pun mengaku amat prihatin bersama penyakit GGA bahwa diduga penghabisan cemaran bahan kimia ini bisa merenggut berlipat-lipat nyawa. Tak segan, Penny menyebut kasus ini sebagai bentuk kejahatan kemanusiaan bahwa sangat agam bersama berharap tak lagi terulang.

"Saya kira kebetulan yang hadir dalam BPOM yang berdialog dikaitkan dengan kasus ini. Saya kira ini sangat berguna aspek kebuasan obat ini termenganut dari kebuasan terhadap kemanusiaan," tandasnya.